Impaksi

01.23

Bagi kalian yang berumur 17-25 tahun, waspadalah, karna sesuatu akan muncul dan kemungkinan, bisa mengganggu ketentraman hidup kalian.

Sekitar dua bulan lalu, dokter gigi kawat aku menemukan hal yang menjanggal. Struktur gigiku yang sudah normal tiba-tiba berubah. Rupanya, setelah dilihat dengan baik, gigi bungsu alias gigi terakhirku sudah muncul kepermukaan dan kehadirannya membuat gigi bawahku mendesak ke depan. Kata dokter gigiku, ini impaksi. Tumbuhnya abnormal alias miring, jika dia muncul lebih ke permukaan lagi, maka makanan akan semakin mudah menyangkut dan menimbulkan infeksi. Kehadirannya pun akan menyebabkan nyeri yang luar biasa. Impaksi ini juga dialami oleh Abah, Mama, Kak Akbar dan Kak Dede. Iya, struktur gigi yang seperti ini utamanya adalah faktor genetis. Dan tak heran, itu juga terjadi padaku. 


Setelah mendengar pencabutan keempat gigi bungsu itu harus dibius total, aku pun melupakannya sejenak. Karna, siapa sih yang mau sakit gigi dan gak bisa makan yang enak-enak? Tapi sayangnya, dalam proses penundaanku, nyeri itu mulai muncul. Gigiku terasa gemertak-gemertak (ini gimana sih ya bahasainnya, pokoknya begitu deh), rasanya tuh kayak apa yah, ditarik-tarik? Aduh pokoknya, saat itu aku sadar, it's time to take these thing out. Sebelum nanti sibuk dan terlanjur infeksi. Kelebihanku dibanding Abah, Mama, dan saudaraku yang lain, kejanggalan ini udah di spot secara dini, jadi berbeda dengan mereka yang benar-benar udah infeksi banget baru dioperasi. (dear Affan, watchout)

Jadilah, pada tanggal 17 September masuk rumah sakit untuk operasi. Kini pertama kalinya setelah sekian lama aku masuk rumah sakit untuk diopname -selama ini terus berjuang untuk menghindari tipes. Masuk ke Instalasi Bedah Sentral pertama kali sebagai pasien, melihat dokter dan perawat yang mondar mandir di ruang OK, dan obat bius yang dimasukan melalui suntikan dan inhalasi.

Surah Al-Ikhlas yang aku terus bacakan saat itu tidak terselesaikan. Karna detik berikutnya aku tertidur. Aku terlelap. Aku tak tau dimana.

Dua jam berikutnya ketika aku sadar, aku telah berada bersama perawat dan Mama serta Abah disamping untuk mendorong tempat tidurku ke kamar rawat inap.

Mama memanggil-manggil namaku, lalu menyebutkan makanan kesukaanku.

"Nak, nak? Amel? Mau bubble? Mau bubble?" Aku yang tak berdaya kala itu mengangguk.

Mama kemudian melanjutkan deretan makanan kesukaanku yang kubalas dengan mengangguk, lalu Mama dan Abah tertawa. Aku gak bisa membuka mata, tapi aku mendengar apa yang mereka bicarakan.

Jadi begitu ya rasanya dibius total? Pengalaman luar biasa loh ini hahaha

6 jam setelah sadar, aku masih belum dibolehkan menggunakan bantal. Tapi aku mau bangun, aku mau nonton film. Abah sudah secara spesial mendownloadkan film-film yang ada di list-to-watch aku dan memasukannya ke flashdisk untuk dipasang di TV kamar rawat inap. Mama bilang ke Abah kalo anaknya ini sama kayak Abah, suka nonton film.


Aku menonton film Coco, film animasi yang menceritakan tentang keluarga. Lalu kemudian aku lanjutkan dengan Allegiant. Sayangnya, film yang memerlukan otak untuk berpikir itu agak sulit bagiku. Entah kenapa, aku jadi gak bisa mencerna film tersebut. Esoknya juga, ketika aku mencoba film lain, aku masih belum bisa mencerna perpindahan cepat yang ada, efek bius salah satunya seperti itu bagiku.

Akhirnya, esok hari aku memutuskan untuk menghabiskan waktu dengan membaca buku. Aku senang membaca buku di RS, karna tempat tidurnya bisa ditegakkan, jadi aku gak repot-repot harus menumpuk bantal agar posisinya ergonomis.


Ada satu hal yang bikin aku benar-benar gak nyaman selain operasi, yaitu...

(Amalia Aswin dan Maydita Amalina telah sepakat dalam hal ini)

Injeksi antibiotik dan anti nyeri.

Ya Allah luar biasa sih sakitnya, khususnya yang antibiotik :) Lebih sakit injeksi antibiotiknya daripada giginya. Rasanya kayak dunia tuh mau berakhir aja dan tangan mau putus. Ini sebagai pengingatku dikemudian hari untuk memperlakukan pasien sebaik mungkin, karna pemberian obat ke mereka saja sudah sakit, jangan sampai lebih menyakitkan lebih lagi dengan perlakuan yang tidak ramah.

Beberapa hari setelahnya, hari-hariku dijalani dengan tidak berdaya hahaha lemas, cuma bisa baca buku, ada satu hari aku bisa menyelesaikan 3 buku saking kerjaannya cuma baca dan baca terus. Mama rutin membuatkanku bubur, dan yang membuatku terharu, Mama juga membuatkan jus sesuai permintaanku. Jus melon atau pepaya, yang disaring, karna aku gak bisa mengunyah meskipun itu hanya serat.


Alhamdulillah sekarang aku sudah agak pulihan, meskipun lidah masih terasa licin dan rasanya kayak mau putus, gak bisa merasakan makanan, setiap yang dimakan harus dipotong kecil-kecil, sakit saat berbicara dan menelan, dan gigi terasa nyeri luar biasa, badan aku udah gak selemas kemarin. Aku juga meminimalisir penggunaan anti nyeri, kalo udah bener-bener gak tahan, baru minum. Karna efeknya terhadap lambung aku sungguh dahsyat meskipun diminum sesudah makan. Yah, ribet lah pokoknya. Kata Mama aku gak boleh kebanyakan mengeluh, harus bersyukur karna semakin hari semakin membaik.

Alhamdulillah, alhamdulillah, alhamdulillah.

Alhamdulillah aku bisa bangun dari bius total.

Alhamdulillah gigi aku sudah dicabut.

Alhamdulillah aku sudah melewatinya.

Dan pesanku kepada diri sendiri, bersyukurlah kalo kamu udah bisa makan dengan enak nanti. Udah gak merasakan sakit gigi bahkan saat tak melakukan apa-apa, sakit lidah saat mengunyah, dan sakit leher saat menelan. Kalau kamu udah gak tau lagi apa yang pantas disyukuri, bisa makan tanpa kesusahan itu udah nikmat yang luar biasa. Bisa merasakan manis, asin, asam, pedes. Ya allah sekarang aja nyentuhin ujung sendok ke air sambel udah bikin lidah menari. Bersyukurlah, bersyukur. Jangan terus mempertanyakan kenapa manusia harus makan tiga kali sehari karna kamu malas makan. Makan itu kebutuhan. Jadi saat kebutuhan itu terpenuhi, harus bersyukur. Oke?

Kingdom

05.04

Assalamualaikum warga dunia dan seisinya, ehehehe

Mau ceritain jadi sekarang aku tuh lagi suka banget sama cerita-cerita yang berkaitan sama kerajaan-kerajaan gitu. Bukan kerajaan majapahit dan sebagainya ya wkwkwk but lebih kayak yang kerajaan inggris dan era-era dimana kuasa masih berada di tangan raja.

Current obsession ini tercipta semenjak aku membaca buku pride & prejudice lagi huhuhuhu abad 19 dulu orangnya sopan-sopan, in a way manner is number one. Parah sih aku suka banget cara mereka berinteraksi dan menghormati satu sama lain, apalagi cara mereka menghormati seorang wanita. Did u know bahkan jaman dulu itu di inggris cewe yang berpakaian pendek dikategorikan sangat tidak sopan, meskipun mereka gak berjilbab, pakaian tetep harus panjang sampai ujung lutut. Terus cewe dan cowo itu meskipun suka satu sama lain tetep gak boleh berduaan sendiri, dan cewe kalo kemana-mana harus ada penjaganya, bahkan dua orang cewe yang naik kereta kuda bersama seorang kusir aja tetep dibilang gak pantas.

Merasa familier gak dengan aturan macam gitu??

Yes, because it is the way it should be!!


Pada jaman jahiliyah sebelum islam datang, kehidupan wanita itu sangat memprihatinkan. Kehadirannya dianggap layaknya sebuah kehinaan dan kenistaan. Jangankan menghormati wanita, baru lahir terus kedapetan anak perempuan aja langsung dikubur hidup-hidup.

Lalu datanglah islam yang memuliakan kedudukan wanita. Wanita ditinggikan derajatnya, diperlakukan seperti mahkota yang berharga. Wanita diharuskan mengenakan hijab dan gaun untuk menutupi seluruh tubuhnya, berperilaku sopan dan santun, membatasi pergaulan dengan laki-laki, dan sebagainya. Ajaran dalam islam mengenai fiqih wanita memang banyak, mengharuskan wanita mengenakan ini-itu, berperilaku seperti ini-itu, udah kayak peraturan istana aja ya wkwkwk strik dan ribet banget, tapi percayalah, itulah yang justru mengangkat derajatnya.

The point is, aku melihat banyak nilai-nilai keagamaan yang dulu ada justru pada era kerajaan. Cara mereka berinteraksi seperti yang aku bilang diatas, membuat aku bertanya-tanya, is it that pengaruh islam memang sampai kesana? Karna how they treat woman really right itu resemble banget sama islam. Oke ini penasaran banget jadi aku akan mencari tau sendiri.

Intinya, sekarang itu pergaulan antara laki-laki dan perempuan seperti tidak ada batas, dan merupakan kelaziman mereka berinteraksi ditempat yang berduaan aja (technically tiga, because yang satunya setan), wanita berpergian keluar kota sendiri juga dianggap biasa. Ada something yang bikin aku risih banget sampe aku mengunfollow sebuah akun. Ada seorang media influencer, dia suka travelling dan belakang itu suka berpergian 'sendiri', yang dimana maksudnya dia the only wanita disana. Waktu diingetin followersnya tentang hukum islam yang melarang wanita berpergian sendiri, dia marah-marah banget dong. Ya allah gak kuat aku bacanya, aku skip aja pokoknya biar gak bikin dosa. Cuma disini aku pengen kasih contoh, kadang kita selalu membenarkan apa yang sebenarnya salah, dan menyalahkan apa yang sebenarnya benar.

Aturan islam itu gak semestinya kayak, "Oh ini cocok bener nih, aku setuju."
"Lah, gak seharusnya gitu? Ini salah, seharusnya kita tuh blablabla."

Ketika gak sesuai sama asumsi kita,

lalu memperjuangkan hak wanita,

kemudian mengobarkan emansipasi wanita.

Ok, yes, we need it.

Bahkan islam aja gak ngelarang kita buat memperjuang hak wanita, but sometimes ada aturan-aturan yang gak bisa kita larang gitu aja. Iya, emang ribet, peraturan hidup wanita itu lebih rumit daripada laki-laki. Tapi peraturan-peraturan itulah yang memuliakan seorang wanita, yang mengangkat derajatnya.

Bayangkan aja kalo misalnya di jalan mau keluar negeri ada kejadian apa-apa. Terus gak ada muhrimnya, gimana? Sebagai seorang perempuan yang dilarang ayah dan ibunya berpergian keluar kota tanpa seorang muhrim, aku juga pernah merasakan sebal. Bayangkan aku aja pergi ke balikpapan yang jaraknya cuma memakan waktu 3 jam itu gak dibolehin kalo gak sama mama, atau sama om. Itu cuma contoh kecil, banyak planning trip yang akhirnya aku filter dengan sendirinya alias langsung menolak duluan karna udah tau gak bakal dibolehin. Kadang juga mikir, kenapa sih begini banget, kenapa gak dibolehin?

Lalu hidayah itu kutemukan setelah menonton film Taken.

(hidayah bisa ditemukan dimana saja termasuk film wkwkwk)

Buat yang belum nonton, nonton deh. Disitu kalian bakal tau kenapa orangtua tuh khawatir banget anak perempuannya jalan sendiri.

Hidup menyandang gelar sebagai wanita itu sangat istimewa. Bahkan bukan diri sendiri melainkan orangtua juga diistimewakan.

Ada sebuah hadist yang mengatakan:

"Siapa yang memiliki 3 anak perempuan, lalu dia bersabar, memberinya makan, minum, dan pakaian dari hasil usahanya, maka semuanya akan menjadi tameng dari neraka pada hari kiamat." (HR. Ahmad dan Ibnu Majah)

Karna sesungguhnya, mendidik seorang anak perempuan itu sulit. Makanya Allah istimewakan bagi orangtua yang punya anak perempuan sampe banyak. Ya Allah, semoga mama dan abah meskipun anak perempuannya cuma aku, tidak menjadi beban bagi mereka di hari kiamat, dan diharamkan darah dan dagingnya dari api neraka Ya Allah, aamiin.

Jadii... conclusion dari semuanya adalah...

Membaca sebuah novel mengajarkan aku banyak hal dan pikiran jadi kemana-mana hahaha #yaemang

Action Bias

19.33

Have it ever cross your mind why we have tendencies to move rather than waiting?


It happens to me almost every time i across M. Yamin street to hospital. Why do i prefer went to small street like Voorvo rather than waiting at the traffic light in Lembuswana when actually if we measure the time that wasted is almost similar. Is it means that i'm a dynamic person that hardly to sit and wait as the second count down at the red light? Is the 'dynamic person' and 'static person' terms that created in my brain actually does exist?


As i read the book; The Art of Thinking Clearly written by Rolf Dobelli, i found out that i'm not alone.


There is a study comes from researcher Michael Bar-Eli who evaluated hundreds of penalty shoot-outs. In a penalty situation in soccer, the ball takes less than 0.3 seconds to travel from the player who kicks the ball to the goal. Goalkeeper, must take a decision before the ball is kicked. The possibilities is the same, soccer players who take penalty kicks shoot 1/3 middle of the goal, 1/3 right of the goal, and 1/3 left of the goal. Surely goalkeepers have spotted this, but guess what do they do? 


They dive either to the left or the right. Rarely do they stay standing in middle - even though roughly a third of all balls land there. 




This is what we called as action bias: look active, even if it achieves nothing.

The action bias exist even in the most educated circles. If a patient's illness cannot yet be diagnosed with certainty, and doctors must choose between intervening (prescribing something) or waiting and seeing, they are prone to taking action. 


Such decision have nothing to do with profiteering, but rather with the human tendency to want to do anything but sit and wait in the face of uncertainty.


It explain why we need medication when we have a flu or influenza. Flu is respiratory illness caused by a virus, something that no doctor or medicine on earth can make go away. Viruses must run their course, and most go away on their own after several days of suffering. But it's so hard to sit back, wait and do nothing when you are ill right? 


We want to fix the problem, see a doctor, take a pill, or do something to shorten the duration of illness.


When in fact, if you drink water and rest well, take any medicine or not, the flu will go away on its own in about 7 to 10 days.


So why do it happens in our daily life?


There is a saying that goes like this: although we, human, now value contemplation more highly, out right inaction remains a cardinal sin. You get no honour, no medal, no statue with your name on it if you make exactly the right decision by waiting—for the good of the company, the state, even humanity.


In new or shaky circumstances, we feel compelled to do something, anything. Afterward we feel better, even if we have made things worse by acting too quickly or too often.




However, even though it comes natural, we can still control it. It is not a sin if a situation is unclear, we stand inactivity, and hold back until we can asses our options. 



(Especially when it comes to take a medicine for flu—a medical student speaking)

Space

11.50

As a kid, i've ever had this dream becoming an astronaut. 

Aku masih ingat, waktu itu aku habis membaca ensiklopedia yang cover depannya berwarna biru dan penuh gambar kartun.

My curiosity about live outside earth growing since that time, and out of nowhere my dad also taught me how to remember these planet fast by acronym MeVeBuMaUSauNepPlu (and not long after that, pluto exclude from the solar system in August 24, 2006).

I think astronomy is interesting. I used to like running an experiment from science book with my little brother, making volcanos, making rainbow, a lot of things. We did it. But reading a book about astronomy is more like dreaming than facing reality, we cannot clearly see it, we can't even touch it. We only imagine how to be there. Like dreaming.

There's also a time when i liked going outside at night with my lil brother and looked up to sky to see the constellation by reading it in a constellation guide that we got from XY Kids Magazine. My dad even bought me a solar system figure from gramedia and a telescope.


Ever since i can talk, i said i want to become a pediatrician. And when i found out about this astronaut thing, i want to be a doctor that become an astranout. Is that possible? No, i didn't know that time. I just want it (i always imagine myself seorang dokter yang jadi ini, seorang dokter yang jadi itu. I'm really consistent with this one, becoming a pediatrician)

But when i found out that school for becoming an astronaut takes more than 10 years, i re-think again... Oh my god, it takes too long... Jadi semenjak saat itu, aku urungkan dan menanam dalam-dalam impian itu (dan kemudian kudapati ternyata kuliah kedokteran lebih lama daripada 10 tahun wkwk)

I realized now that it was actually a hobby. Something that i'm so excited about, that makes me want to learn about it more and more and more and more even though there's no exam for this topics. Well, i'm writing this because i'm in the state of having that ambition/dream again, i'm so overdose about this. The book that i read, the movie that i watch, my current top youtube search is about living in space.

Can you imagine how awesome it is? 

You are on mission to go to ISS. You prepare for it since years ago through training in NASA. After launch, you are flying with your only one Soyuz MS in space. Your body is flying because there's no gravitation. You do a lot of experiments about how to live outside earth. You live there for months. You can always see the earth from where you are living, but you still miss it.

Because i can.





Cita-cita

22.22

Waktu aku SMA.
Aku pernah bercita-cita kuliah di teknik.
Karna aku menyukai matematika.
Tapi aku gak punya bayangan mau jadi apa setelahnya,

aku urungkan.

Waktu aku SD.
Aku pernah bercita-cita menjadi astronot.
Karna aku menyukai ilmu astronomi.
Tapi setelah mengetahui sekolahnya di NASA lebih dari 10 tahun,
aku urungkan.
Waktu aku TK.
Aku pernah bercita-cita menjadi dokter anak.
Karna aku suka anak-anak, ingin menyembuhkan mereka dan disaat yang bersamaan mendapatkan pahala yang banyak.
Tapi cita-cita itu tidak pernah padam,
aku sedang dalam proses meraihnya.

Puasa

22.19

Belakangan ini aku sering puasa untuk mengganti hutang saat Ramadhan yang banyak karna sempat sakit.
Menurut aku, puasa itu enak.
Jujur, tanpa aktivitas yang begitu memakan tenaga seperti kuliah dari pagi sampai sore, makan tiga kali sehari itu menjadi beban bagi pikiran dan tubuhku.
Bangun tidur, harus mikir mau makan apa. Siangnya, harus makan lagi. Dan gak terasa pas udah malam, eh, makan lagi. Perut terasa kembung, asupan yang masuk tidak sama dengan yang keluar. Berlebihan.
Berbeda halnya saat puasa, tubuh terasa ringan. Kita cuma makan dua kali sehari. Meskipun lapar disiang hari kita gak diperbolehkan makan karna itu sudah prosedur tetapnya. Saat bertemu makanan selepas maghrib, wah, apapun terasa enak, bahkan air putih sekalipun.
Puasa mengajarkan kita untuk bersyukur dan mengaprreciate little things.
Bukan begitu?
Sincerely,
Amalia Aswin yang sudah menemukan kenikmatan berpuasa diluar dari bulan Ramadhan.

Shock

08.09

Rasanya aku masih gak percaya atas apa yang terjadi barusan.

Barusan aku sekeluarga pergi makan malam di luar, rintik hujan membuat jalanan basah dan licin, aku yang menyetir harus lebih berhati-hati agar tidak terlalu laju dan menyipratkan genangan air ke kendaraan bermotor.

Sepulang dari makan malam, kami sekeluarga asyik bercerita tentang pemilu kepala daerah yang baru saja diselenggarakan. Untungnya, atas kuasa Allah swt aku yang ikut berbicara itu tetap memperhatikan jalan. Karna tiba-tiba seorang yang mengendarai motor dari arah kanan tiba-tiba jatuh terpeleset TEPAT DIHADAPANKU.

Can you imagine how shocked i was?

Itu kalo aku gak ngerem, bisa-bisa kepalanya terlindas dengan roda mobil. Memang jalanan tadi sangat licin, dia bahkan jatuh sendiri dan badan beserta motornya jatuh ke arah tengah jalan. Ya allah... Aku yang reflek membuka pintu mobil dan ingin membantu orang itu, buru-buru ditahan sama Abah. Kata Abah, sudah banyak orang yang membantunya, sementara kalo Amel turun membantu, mobil dibelakang gak ada yang bisa jalan (karna ini bener-bener ditengah jalan).

Dijalan menuju pulang, aku masih shock. Benar-benar, Allah yang maha penguasa atas segala sesuatu. Dia yang mengendalikan laju mobilku saat berada di depan orang itu, dia yang membuatku secara reflek mengerem. Tak bisa dibayangkan jika 1 detiiiik saja aku terlambat mengerem tadi. Terserahlah textbook kedokteran menjelaskan bagaimana proses refleks itu dapat terjadi, yang jelas aku percaya Allah yang memegang kendali atas semua yang ada di muka bumi ini.