Cerpen

Mana Bingung Mencari Nama

08.08

Namanya Mana. Ketika orang bertanya, "Mana dimana?" pasti ia ditemukan duduk dibawah pohon halaman rumah ditemani dengan buku kecil.
Tetangga Mana yang sekaligus sahabatnya, Widia mendatangi Mana, "Mana, kamu lagi ngapain?"
"Hmmm... Aku lagi sibuk mencari nama nih buat sepupuku yang baru lahir" jawab Mana.
"Bukannya kamu punya banyak koleksi nama di buku kecil yang sedang kamu pegang itu?"
"Aku memang sudah menulis lebih dari 100 nama disini, tapi gak ada yang cocok" kata Mana sambil garuk-garuk kepalanya yang tidak gatal.
"Kok bisa gak cocok?" kata Widia yang bingung dengan penjelasan Mana.
"Daripada kamu bingung, lebih baik aku ceritakan saja ya kejadian tadi pagi"

***
"Kring... Kring... Kring..."
"Mana, angkat telponnya" kata Mama yang lagi sibuk memasak di dapur.
Mana langsung menuju ke tempat telpon yang ada di ruang keluarga, "Assalamualaikum"
"Walaikumsalam, ini Mana ya?"
"Iya nek, kenapa?" ujar Mana setelah mengetahui bahwa itu suara neneknya.
"Kak Zie yang kemarin hamil, sudah melahirkan! Mana punya sepupu baru lagil. Ayo kesini!"
"Alhamdulillah... Mana segera kesana ya nek"
Setelah memberikan salam, Mana langsung ke rumah Kak Zie. Sesampainya disana, Mana melihat adek barunya yang cowok, pipinya tembem, matanya sipit lagi. 
"Wah!!! Adeknya lucu betul!!! Siapa namanya?"
Nenek menjadi cemberut, sepertinya aku mengajukan pertanyaan yang membuat nenek kecewa, "Nah... Itu dia Mana... Nenek pengen nama adeknya Fikar, tapi Kak Tio, suaminya Kak Zie pengen nama adeknya Faris".
Wah, sulit juga kalau begitu, pikir Mana.
"Nenek tau kalau mana punya banyak koleksi nama, jadi nenek pikir lebih baik Mana aja yang kasih nama untuk adek ini daripada nenek sama Kak Tio kelahi..." kata nenek.
"Iya, Mana cari nama yang bagus ya... Usahakan serasi sama nama kakaknya adek baru ini..." pesan Kak Zie.
Oh iya, mana menjadi ingat kalau Kak Zie punya anak pertama yang bernama Zulfiana Sutio. Zul itu dari nama Kak Zie dan Sutio itu dari nama Kak Tio, sedangkan Fiana namanya sendiri. Jadi dipanggil Fia.
"Kalau bisa arti namanya islami ya Mana..." tambah Kak Tio.
Lalu Mana segera minta ijin untuk pulang untuk memikirkan nama yang cocok.
***
"Begitu ceritanya..." ujar Mana.
"Oh... Berarti adek baru ini namanya ada Zul didepan dan Sutionya dibelakang ya? Hmmm..." Widia mengerutkan dahinya.
"Aku rasa begitu... Soalnya Kak Zie berpesan agar nama adek baru sama dengan kakaknya. Oh iya, Kak Tio juga minta artinya islami. Kalau koleksi namaku yang ada dibuku ini rasanya enggak cukup untuk dijadikan referensi"
"Gimana kalau kita ke rumahku? Untuk searching di internet artinya nama-nama islami untuk laki-laki" kata Widia.
Sesampainya di rumah Widia, ia langsung menyalakan komputer dan membuka internet. Widia menuliskan kata kunci "Nama bayi islami dan artinya huruf F" di kolom search Google.
"Faid
Faisal
Faris...Nah! Ini Faris artinya yang alim" seru Widia.
"Bagus ya... Tapi selain nama Faris dan Fikar" ujar Mana.
"Ya udah cari lagi...
Faruq
Farhun
Fathul Islam
Fathullah
Fatih
Fathurrahman
Fauzi
Fauzan
Fikri...."
Mana langsung memotong, "Kayaknya Fikri bagus... Artinya fikiranku"
"Zulfikri Sutio... Bagus juga..."
"Hmm..."
"Nama ini?" tanya Widia meyakinkan Mana.
"Iya. Ya sudah yuk sekarang ke rumah Kak Zie. Kamu mau ikut?" ajak Mana.
"Tentu saja. Ayo!"
Sesampainya di rumah Kak Zie, Mana segera berlarian menuju adek baru diikuti oleh Widia. 
"Adek baru... Aku sudah punya nama untukmu..." Itulah nyanyian Mana.
Kak Zie yang mendengar itu langsung berkata, "Wah... Cepat sekali Mana mendapatkan nama untuk adek baru... Kak Zie kira membutuhkan waktu sampai besok atau 3 hari..."
"Hehehe... Iya dong Kak Zie, karena ada Widia yang membantu Mana..." 
Widia berada disamping Mana menjadi tersenyum.
Nenek yang mendengar suara Mana langsung keluar dari kamarnya, "Mana sudah dapat nama untuk adek baru?"
"Iya nek!"
"Siapa namanya?"
"ZULFIKRI SUTIO"
Nenek, Kak Zie, dan Kak Tio yang mendengar itu langsung bertepuk tangan. "Bagus sekali namanya" ujar Kak Tio.
Kak Zie menggendong adek yang baru lahir itu dan mengatakan padanya, "Adek, sekarang nama kamu Zulfikri Sutio, panggilannya Fikri ya."
"Fikri itu artinya fikiranku" tambah Mana.
"Oh... ternyata artinya bagus juga... Nanti ditasmiyahkan pakai nama Zulfikri Sutio" kata Kak Tio.
"Terima kasih ya Mana telah membantu mencarikan nama buat adek baru, Widia juga. Nenek sukaaaaa sekaliiii dengan nama Zulfikri"
"Hehehehe...Iya nek..." jawab Mana dan Widia bersama dan mereka pun tersenyum.

Korea - Indonesia

06.30

Gak di sekolah baru, gak di sekolah lama. Saya yang baru pindah sekolah ke Samarinda terheran-heran ketika baru pertama masuk sekolah langsung ditanyai oleh beberapa teman "Kamu suka Korea gak?."
Saya pikir setelah pindah sekolah, terlepaslah saya dengan teman-teman k-poplovers, ternyata di sekolah baru k-poplovers tambah banyak. Salah satu teman saya, selalu bertatap wajah dengan laptop. Awalnya, saya kira mengerjakan tugas, ternyata menonton video klip boyband!

Tapi, dari sekian banyak k-poplovers yang saya temui, sebagian dari mereka membenci i-pop (Indonesia pop) seperti Smash, 7icons, dan CherryBelle. Alasan yang paling sering dikatakan dari mereka adalah penjiplak. Seakan-akan mereka yang penggemar Korea tidak sudi jika idolanya dijiplak oleh Indonesia. Meskipun dari mereka terdengar kasar, tapi saya menyetujui dengan alasan mereka itu. Kenapa?

Indonesia dan Malaysia sering terjadi konflik karena Malaysia menjiplak ragam kebudayaan Indonesia. Dan sekarang, Indonesia menjiplak ciri khas musik Korea. Ayolah kawan... Indonesia mempunyai musik dengan ciri khasnya sendiri. Bukan berbentuk boyband.

Selain itu, Smash, 7icons, CherryBelle, dan boy/girlband lain yang terus bertambah di Indonesia sering ditemukan lipsync. Itulah alasan mengapa boy/girlband Indonesia tidak pernah diundang dalam acara resmi seperti Panasonic Gobel Awards dan sebagainya. Rugi membawa mic berat-berat kalau pada akhirnya lipsync juga. Mereka hanya didukung oleh wajah yang tampan dan aksi tarian yang keren.

Sudah sangat jarang penyanyi yang menggunakan suara asli tampil di TV. Daripada boy/girlband, saya lebih memilih Syahrini, Rossa, dan Ungu.

Korban Salaman

07.25

Salim menyalim atau istilahnya salaman atau jabat tangan telah menjadi budaya orang Indonesia, salaman dalam arti saling berjabat tangan. Etikanya, yang muda harus menunduk dan menyium tangan yang tua. Biasanya ini terjadi antara orangtua dan anak, guru dan murid. Ini juga menjadi aktivitas saya sehari-hari karena berstatus seorang pelajar.

Tapi...
Bagaimana jika kita harus menyium tangan orang yang jarinya dipenuhi cincin besar?

Ada sebuah pengalaman yang membuat saya menulis post ini.
Saat itu saya dan keluarga saya pergi ke acara tasmiyahan. Dimana saya melihat bayi mungil berusia kurang dari 40 hari. Berbahagialah kedua orangtuanya atas kehadirannya. Sebelum pulang, abah dan mama saya menyalami sang tuan rumah. Giliran saya sebagai anak yang lebih muda menyium tangan mereka.

Pertama, sang ibu dari bayi mungil itu. Tangannya putih dan sama sekali tidak terbalut oleh cincin. Masih teringat kelembutan tangan sang ibu itu hingga saat saya menyalami sang ayah, saya tidak menyadari bahwa ada kehadiran cincin-cincin berbatu besar yang ada pada setiap jemarinya.
Dan yang terjadi selanjutnya, kepala saya sakit. Terasa akan ada benjol. Sontak saya mengusap-ngusap kepala saya berharap kurang sakitnya. Bukannya merasa kasihan, ayah dari bayi itu malah menyalami orang selanjutnya. Mungkin sudah terlalu banyak anak-anak yang jadi korban cincinnya hingga ia bersikap biasa.

Jadi...
Dari tulisan ini, saya berharap untuk para orang tua, janganlah memakai cincin besar yang membuat kepala orang yang menyium tangannya sakit.

Siapapun itu, yang merasa orangtua.

Cobaan Berat

06.27


I always do nothing for my future, without knowing that they're waiting for me

UAN tinggal 3 bulan lagi. Guru-guru gak henti-hentinya untuk beritahu aku dan teman-temanku agar tidak main-main lagi. Seluruh kegiatan untuk kelas 9 yang gak ada hubungannya dengan pelajaran ditiadakan. Pemandangan ini sungguh berbeda. Aku yang biasa bermain komputer kini harus menghadapi buku pelajaran. 

3 tahun yang lalu, hal yang sama juga terjadi. Tapi ini sungguh berbeda. Untuk UASBN, aku sudah sangat siap menghadapinya karena aku sudah mencicil belajar sejak lama bersama mama. Sedangkan UAN, tidak. Aku menjadi takut. 

Tadi guru agama menjelaskan tentang makna Sural Al-Insyirah ayat 7:
Maka apabila engkau telah selesai (dari sesuatu urusan), tetaplah bekerja keras (untuk urusan yang lain)
Maksudnya, manusia itu gak akan pernah lepas dari suatu masalah. Bukan hidup namanya kalau tidak diliputi cobaan. Ini ada sangkut pautnya juga dengan UAN. Aku kan habis selesai UASBN kelas 6 lalu, artinya aku tetap harus belajar terus untuk menghadapi UAN kelas 9 ini. Begitu juga kalau sudah 1 SMA, aku tetap harus belajar untuk final exam di kelas akhir.
Tapi...
Kepercayan diriku disetiap pelajaran:
  • Matematika 50%
  • IPA 70%
  • Bahasa Indonesia 70%
  • Bahasa Inggris 80%
Itupun masih perkiraan.

Ketika mendekati hari UASBN dulu, aku sempat kurusan gara-gara stress menghadapi ini.
Sekarang, aku sudah ikut bimbingan belajar. Berbagai try out kujalani bulan Februari nanti. Sampai bulan April nanti aku menjadi orang yang sibuk, belum lagi mendaftar masuk SMA.

I can't describe my feeling with words. Campur aduk antara takut, sedih, dan was-was.

Waktu terus berjalan, tak terasa ini sudah akhir bulan Januari. April telah duduk manis dan tersenyum untuk menunggu seluruh murid kelas 9.

Sedikit Tentang Durian

20.27

BULAN DESEMBERI INI SANGAT MENYENANGKAN KARENA MUSIM DURIAN!!!
Maaf, capslocknya kepencet.

Hampir setiap hari makan durian. Seneng banget.
Makan durian saat menunggu mobil datang di penyebrangan feri.
(Kiah kira semua durian ini aku beli, maunya gitu sih)
Ini buktinya kalau lagi musim durian. Semuanya pada bicara tentang durian.


















Short conversation about durian.

Tapi yang membuat kaget adalah....

Greyson Chance yang gak suka durian (dikerjain waktu di Malaysia). Lihat ekspresinya. Kasian ya.
Gak mau? Ya udah sini untuk aku aja.

Jadi, kalau kalian mau ngasih hadiah, hadiahnya duriannya aja ya. Hahahahahahaha. Serius.



Penggemar Berat Durian



The Weird Family

#2 The Weird Family: Hari Bersih-Bersih

04.26



Tebak apa masalah baru yang Liya ciptakan hari ini?
Liya bermain dengan boneka. Oke.
Memberi bonekanya susu. Oke.
Bukan bohong. Dia memang memberi bonekanya susu. Oke.
Tapi itu terjadi di kamarku!!!!!!!!!

Liya bilang kamarnya sedang dibersihkan oleh ibu sehingga harus bermain di kamarku. Aku bolehkan saja, tapi bukan berarti dia boleh menumpahkan sebotol susu di kamarku!

“Liya! Kau tidak punya mainan lain selain memberi benda mati minuman? Boneka ini tak punya mulut!”
Liya menatapku dengan mata berbinar-binar “Ini… ada…” tunjuknya ke mulut boneka yang terbuat dari benang wol.
“Aduh!!!!! Umurmu ini sudah 5 tahun! Saat aku berumur seperti mu permainanku itu PlayStation, yang lebih canggih dan nyata!”
Leo mendengar teriakanku, dia sedang menonton televisi di ruang keluarga.
“Hahahaha. Saat umurmu 5 tahun belum ada PlayStation di rumah ini, atau bahkan belum ditemukan sama sekali. Sampai sekarang kau saja tidak bisa bermain PlayStation, itu permainan laki-laki bodoh!” sangkalnya.

Aku mencibir. Huh! Dasar Leo! Ia pasti punya maksud di balik perkataannya.
“Apa yang kau inginkan hah?” tanyaku setengah berteriak dari kamar.
“Kau pasti akan mengepel kamarmu bukan? Temanku akan datang, kalau kamarku bersih aku akan mengijinkannya masuk, jadi sekalian pel kamarku” katanya.
“Siapa yang sudi membersihkan kamarmu! Menjijikkan!”
Aku menyuruh Liya agar bermain di ruang keluarga. Setelah itu aku pergi ke dapur untuk mengambil kain pel, tapi aku tidak bertemu dengan kain menjijikan itu.
“Mana kain pel nya?” ruangan dapur membuat suaraku bergema.
“Ibu sedang pakai untuk mengepel kamar Liya!” teriak Ibu.

Dengan spontan aku pergi ke kamar Liya untuk mengambil kain pel. Kamarku mungkin sudah dikerubungi semut. Oke, itu terlalu berlebihan. Semut tak akan bisa memenuhi seluruh sudut kamarku kecuali Liya melemparkan gula-gula. Tapi jika seluruh semut dikumpulkan, populasinya sama seperti manusia yang ada dimuka bumi ini!

Kembali ke kain pel.

“Apakah boleh aku meminjamnya sekarang bu?” tanyaku, yah, sedikit sopan.
“Ya, bisa saja, tapi kembalikan kain pelnya lagi setelah kau memakainya”
Aku mengepel tumpahan minuman susu Liya, untungnya semut-semut itu belum banyak.
“Ini bu, terima kasih” aku sudah selesai mengepel dan beranjak pergi ke kamar lagi untuk menikmati hari minggu yang tentram ini.

“Stop!” ibu menghentikan langkahku.
“Apalagi bu?” tanyaku dengan malas.
“Dasar, kau memang anak ibu yang paling pelupa. Sekarang hari minggu kedua di bulan ini. Waktunya bersih-bersih rumah!” ibu menyodorkan tangkai sapu padaku. “Kamar Lewis dan Liya sudah Ibu bersihkan, tinggal kamar Leo”

Aku menganga tak percaya “Apa bu?” Kamar Leo adalah kamar yang paling kotor yang pernah kulihat sepanjang masa di seluruh dunia. “Aku lebih baik membersihkan dapur, ruang keluarga, ruang tamu dan menyapu teras dalam satu hari daripada membersihkan kamar Leo!”

Ibu menggeleng “Semuanya sudah Ibu bersihkan. Sudah untung Ibu beri satu kamar saja untuk dibersihkan”
“Tapi itu pekerjaan yang sangat berat bu! Butuh waktu 3 jam untuk membersihkan kamarnya” keluhku.
Ibu memang tak bisa diajak kompromi “Cepat, atau Ibu suruh membersihkan kamarnya lagi bulan depan?”
Aku menggeleng “Emhhh, aku rasa 1 kali setahun cukup bu, terima kasih”

Persiapan ke kamar Leo:
-         Penjepit kain jemuran untuk menutup hidung
-         Sarung tangan plastik

Aku tak habis pikir, kenapa hanya aku dan Ibu yang bersih-bersih setiap bulan, dan bahkan harus membersihkan kamar-kamar. Ini sangat mengganggu akhir pekanku.
Saat kubuka pintu kamar Leo, tercium bau semerbak sampah yang menyebar ke seluruh sudut kamar itu. Tempat sampah nya tanpa penutup.
Ku eratkan lagi penjepit jemuran di hidungku. Leo sedang mendengarkan lagu setelah membaca di ruang keluarga, “Disuruh membersihkan kamarku ya? Hahaha, makanya jangan berani mengejek kakakmu sendiri hahahaha” katanya disertai tawa menyebalkan itu, evil laugh.

“Kalau iya kenapa, kau enggak kenapa? Huuuhhh!” aku sangat sebal dengannya dan kamarnya.
Kamar Leo dipenuhi pemandang tisu yang penuh dengan ingusnya, rambut-rambut rontok, pakaian kotor yang menggulung, barang-barang yang berantakan, dan seprai tempat tidur yang sangat kotor.

Dulu Ibu sering marah karena Leo sering menolak kamarnya untuk dibersihkan, katanya “Meskipun kamar ini kotor menurut Ibu, tapi aku tau dimana barang-barangku” itu alasan bodoh untuk orang yang kamarnya sudah dihinggapi kecoa.
Untungnya sekarang Leo punya rasa malu kepada teman-temannya.
Tapi aku yang jadi susah.
Dengan malas, aku mengambil peralatan bersih-bersih.
Langkah pertama, aku harus menyuruh Leo keluar dari kamar agar tidak menambah penyiksaan ini lagi.
Kedua, merapikan barang-barang yang berantakan sekaligus membersihkan debu dengan kemoceng.
Ketiga, menyapu.
Keempat, mengepel. Selesai.

Sederhana bukan? Tapi bagaimana jika kau mengerjakan segala hal itu ditengah bau sampah busuk? Aku merasa mual.
Akhirnya selesai juga membuat kamar Leo menjadi bersih. Aku keluar dari kamarnya dan bernafas lega, Ibu bersama Leo sedang membaca Koran di ruang keluarga.
“Sudah selesai?” tanya Ibu.

Aku menghembuskan nafas, “Hosh..hosh..Ya bu, 1 jam yang penuh penderitaan.”
“Terima kasih Lisa, adikku yang paling baik, manis, cantik, imut, tidak sombong, dan rajin menabung” kata Leo dan pergi masuk ke kamarnya. Aku mengerutkan dahi. Itu bukan pujian.

Setelah Leo menutup pintu kamarnya “WAAAAAAAAAAAAAAA!!!!!”
Teriakan itu terdengar hingga pelosok dunia, melengking seperti orang gagal audisi nyanyi. Seorang Ibu pasti kaget mendengar anaknya berteriak senyaring ini, Ibu masuk ke dalam kamar Leo.
“Oh, ternyata tikus yang membuat kamu berteriak sekencang ini? Ini boneka Liya” terang Ibu. Leo kelihatannya masih trauma, dia takut tikus, bahkan dia tidak mau menonton Mickey Mouse.
Hihihihihi. Aku tertawa dalam hati. Aku tak pernah menurut begitu saja untuk membersihkan kamar Leo, dia pun harus mendapat balasan seekor “tikus” agar aku tak perlu membersihkan kamarnya lagi. 

Buku: The Diary of Amos Lee

04.22




Buku ini kucari dengan penuh perjuangan.

Pertama kali tau buku ini dari Majalah Girls. Cover, judul, dan sinopsisnya membuatkku jadi tertarik.
Dan sejak hari itu setiap kali ke Gramedia Samarinda, aku mencari buku ini tapi hasilnya nihil.
Karena itu aku berpikir untuk memesannya di internet. Lewat gramediaonline.com atau toko buku online lainnya. Namun, berhubungan rumitnya pemesanan dan harus merelakan uang pengiriman yang bahkan lebih mahal dari harga buku aku menolaknya.
Seperti yang aku ceritakan pada posting kemarin, aku pergi ke Gramedia Jakarta. 
Ya, disitulah saya mencari buku ini.

Pertama, aku menanyakan tempat buku ini berada pada penjaga buku, katanya letak buku The Diary of Amos Lee ada di lantai atas. 
Naiklah aku ke lantai atas. Disana aku mendapatkan rak buku bidang pendidikan. Tapi tetap saja aku tidak menemukan buku yang aku mau. Aku bertanya kembali. 
Daripada bingung lebih baik bertanya bukan. Ada pepatah bilang, "Malu bertanya, sesat di jalan" :)
Penjaga buku itu mengatakan buku ini ada di rak ... yang aku lupa namanya.
Aku mencari nomor rak itu. Tapi hasilnya nihil dan aku bertanya kembali. Penjaga buku itu menyarikan nomor rak, namun sama sepertiku, dia tak mendapatkannya. Sampai akhirnya dia melihat rak buku dengan lama, lalu dia bilang "Sebentar dulu ya,  saya cari lagi" dan pergi.
Aku melihat rak itu dan tiba-tiba tanganku mengambil satu buku dan! Ketemu!
Ternyata buku Amos Lee ini ada di belakang satu buku. Alhamdulillah... 



Berhubung aku melihat buku Amos Lee yang kedua, langsung saja kuambil buku itu karena aku tak akan menemukannya di Gramedia Samarinda.
Sampai sekarang, aku telah selesai membaca Amos Lee yang ke-1 dan sedang membaca Amos Lee yang ke-2.
Adikku, Affan juga menyukai buku ini. Dia senang sekali dan menanyakan kapan buku yang ke-3 keluar. 
Dan aku bilang "Tunggu sampai si Amos Lee selesai BAB" Hahahaha.