Korban Salaman

07.25

Salim menyalim atau istilahnya salaman atau jabat tangan telah menjadi budaya orang Indonesia, salaman dalam arti saling berjabat tangan. Etikanya, yang muda harus menunduk dan menyium tangan yang tua. Biasanya ini terjadi antara orangtua dan anak, guru dan murid. Ini juga menjadi aktivitas saya sehari-hari karena berstatus seorang pelajar.

Tapi...
Bagaimana jika kita harus menyium tangan orang yang jarinya dipenuhi cincin besar?

Ada sebuah pengalaman yang membuat saya menulis post ini.
Saat itu saya dan keluarga saya pergi ke acara tasmiyahan. Dimana saya melihat bayi mungil berusia kurang dari 40 hari. Berbahagialah kedua orangtuanya atas kehadirannya. Sebelum pulang, abah dan mama saya menyalami sang tuan rumah. Giliran saya sebagai anak yang lebih muda menyium tangan mereka.

Pertama, sang ibu dari bayi mungil itu. Tangannya putih dan sama sekali tidak terbalut oleh cincin. Masih teringat kelembutan tangan sang ibu itu hingga saat saya menyalami sang ayah, saya tidak menyadari bahwa ada kehadiran cincin-cincin berbatu besar yang ada pada setiap jemarinya.
Dan yang terjadi selanjutnya, kepala saya sakit. Terasa akan ada benjol. Sontak saya mengusap-ngusap kepala saya berharap kurang sakitnya. Bukannya merasa kasihan, ayah dari bayi itu malah menyalami orang selanjutnya. Mungkin sudah terlalu banyak anak-anak yang jadi korban cincinnya hingga ia bersikap biasa.

Jadi...
Dari tulisan ini, saya berharap untuk para orang tua, janganlah memakai cincin besar yang membuat kepala orang yang menyium tangannya sakit.

Siapapun itu, yang merasa orangtua.

Cobaan Berat

06.27


I always do nothing for my future, without knowing that they're waiting for me

UAN tinggal 3 bulan lagi. Guru-guru gak henti-hentinya untuk beritahu aku dan teman-temanku agar tidak main-main lagi. Seluruh kegiatan untuk kelas 9 yang gak ada hubungannya dengan pelajaran ditiadakan. Pemandangan ini sungguh berbeda. Aku yang biasa bermain komputer kini harus menghadapi buku pelajaran. 

3 tahun yang lalu, hal yang sama juga terjadi. Tapi ini sungguh berbeda. Untuk UASBN, aku sudah sangat siap menghadapinya karena aku sudah mencicil belajar sejak lama bersama mama. Sedangkan UAN, tidak. Aku menjadi takut. 

Tadi guru agama menjelaskan tentang makna Sural Al-Insyirah ayat 7:
Maka apabila engkau telah selesai (dari sesuatu urusan), tetaplah bekerja keras (untuk urusan yang lain)
Maksudnya, manusia itu gak akan pernah lepas dari suatu masalah. Bukan hidup namanya kalau tidak diliputi cobaan. Ini ada sangkut pautnya juga dengan UAN. Aku kan habis selesai UASBN kelas 6 lalu, artinya aku tetap harus belajar terus untuk menghadapi UAN kelas 9 ini. Begitu juga kalau sudah 1 SMA, aku tetap harus belajar untuk final exam di kelas akhir.
Tapi...
Kepercayan diriku disetiap pelajaran:
  • Matematika 50%
  • IPA 70%
  • Bahasa Indonesia 70%
  • Bahasa Inggris 80%
Itupun masih perkiraan.

Ketika mendekati hari UASBN dulu, aku sempat kurusan gara-gara stress menghadapi ini.
Sekarang, aku sudah ikut bimbingan belajar. Berbagai try out kujalani bulan Februari nanti. Sampai bulan April nanti aku menjadi orang yang sibuk, belum lagi mendaftar masuk SMA.

I can't describe my feeling with words. Campur aduk antara takut, sedih, dan was-was.

Waktu terus berjalan, tak terasa ini sudah akhir bulan Januari. April telah duduk manis dan tersenyum untuk menunggu seluruh murid kelas 9.