We

01.37

"Mau makan dimana nih?"

"Terserah," jawab salah satu diantara mereka.

"Gresik yuk?"

"Aku udah makan gresik kemarin, yang lain aja..."

Kutipan terakhir itu diucapkan oleh orang yang sama yang menjawab kata "terserah."

Ya, begitulah kira-kira percakapan kami setelah perkuliahan hampir setiap harinya selama tiga tahun. Ribut masalah mau makan dimana udah jadi kebiasaan sehari-hari. 

Mungkin bukan ribut, tapi ribet lebih tepatnya wkwkwk.

Hari ini pun, kejadian seperti diatas terulang lagi. Hingga akhirnya kami menemukan titik temu untuk makan bareng di KFC Drive Thru. Dengan setia kami mengantri untuk memesan makanan, mereka memesan super besar, sementara aku memesan bento -karna sayang, aku makan ayam gak pernah benar-benar habis, yang senang jadinya cuma MJ.

Kami naik ke lantai atas, Fortra datang dengan sepiring penuh dengan saus tomat dan saus sambel yang luar biasa banyaknya, katanya untuk kami semua jadi tinggal ambil saus dari piring tersebut. Dan seperti biasa, kami yang biasanya ribut dan tidak berhenti tertawa tiba-tiba terdiam saat mengunyah makanan.

"Mel, mel," Ega yang berada disebelahku berbisik pelan.

"Hm?" Gumamku sambil tetap mengunyah.

"Tadi, waktu aku sama Adit pindahin meja kesini, anak SMA yang itu ngeliat aku terus," matanya seolah menunjuk kumpulan cewe berseragam SMA yang ada disamping meja kami. Aku pun hanya mengangguk-angguk mengiyakan.

Namun sesaat setelahnya, MJ, orang paling kepo sedunia, langsung menginterupsi. "Kenapa kenapa?"

Aku mengulang perkataan Ega dengan berbisik didekat kupingnya.

"Hah kenapa?"

Aku ulang lagi dengan lebih keras, mungkin suaraku tadi terlalu pelan.

"Apa apa?"

Ya ampun masih gak denger, sebelum aku mengulang perkataanku lagi, meledaklah tawa Maydita, Fortra, dan Ega.

Aduh, ini aku ngetiknya sambil ketawa mengingat kejadian tadi.

Padahal gak penting ya? Gak lucu juga? Tapi kami ketawa sampai seluruh lantai dua KFC itu hanya dipenuhi suara tawa kami disaat ramai-ramainya karna bertepatan dengan waktu makan siang.

Aku pernah membaca sebuah novel yang berceritakan persahabatan antara cewek famous di sekolahnya, yang anak cheers, hobi jalan-jalan ke mall, shopping, dengan seorang cewek berpenampilan tidak menarik, kutu buku, kerjaannya belajar saja di rumah, dan tidak dapat bersosialisasi. Menurutku cerita itu sangat tidak masuk akal, bagaimana mereka berdua bisa bersahabat jika topik yang dibicarakan saja tidak bisa bertemu?

Persahabatan itu tercipta karna kita memiliki kesamaan dengan orang tersebut.

Seperti kami contohnya.

Kami membicarakan topik yang sama, lalu tertawa bersama setelahnya.

Kami pun dapat menyukai makanan yang sama. Saking sukanya terhadap makanan tersebut, selalu itu yang akan dimakan. Lalu setelahnya, kami akan sama-sama bosan karna sudah keseringan.

Hal tersebut pun berlaku untuk barang.

Pernah suatu hari aku membeli satu set pulpen warna-warni dari Prega. Beberapa hari setelahnya, kami berlima sudah memiliki pulpen yang sama. Iya, seperti itu. Dan lucunya, diantara kami gak ada yang marah karna punya barang yang sama (ya mungkin ada marah-marah lucu sih). Malah ketawa aja kalo udah liat kita ternyata punya pulpen, kotak pensil, dan lipstick yang sama.


Aku yakin persahabatan kami terjalin bukan karna sebuah kebetulan, melainkan memang diatur oleh yang diatas. Dan karena itu, tak terhitung rasa syukurku telah dipertemukan dengan orang semacam mereka.

Gak semua orang bisa mengerti kata-kata tersirat, kata-kata yang hanya diucapkan oleh mata, atau kata-kata yang tak diucapkan sama sekali. Namun dengan mereka, aku tak perlu berbicara untuk mengungkapkan segalanya. Dan hal tersebut berlaku sebaliknya.

Gak semua orang juga dapat memahami sifat kita. Aku dan mereka memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Dan bagaimana kita beradu pendapat lalu bisa saling menerima, itulah makna yang ada dalam persahabatan.

[Sejujurnya, aku itu orangnya geli banget nulis tentang persahabatan gini. Sama kayak gelinya aku kalo nulis tentang cinta-cintaan. But since i'm always the kind of flat face person around, i really want to express my heart about how meaningful they are through this writing. I couldn't help it tough]

Aku gak tinggal serumah sama mereka, aku juga gak ada hubungan darah sama mereka.

Tapi tanpa kehadiran mereka, ruang kuliah yang berisi lebih dari 60 orang, berasa sepi.




Ini masih tahun 2017.

Dan kita masih menjadi mahasiswa pre-klinik.

Cepat atau lambat, nantinya kita akan berlabuh di tempat yang sama dan menyandang gelar yang sama.

Lalu setelah itu, kita akan melanjutkan perjalanan kembali. Entah bagaimana, mungkin lebih banyak yang berbeda. Aku yang berkeinginan mengambil spesialis anak, Ega yang terbesit memiliki keinginan mengambil spesialis patologi anatomi, atau Fortra yang berkeinginan mengambil spesialis kulit.

Tapi tau ga yang dikatakan orang-orang tentang mahasiswa kedokteran?

Long life learner.

Meskipun udah jadi dokter atau dokter spesialis nanti, mereka tidak akan pernah berhenti belajar.

Dan aku harap,

begitu juga persahabatan kita.

Not Only You

04.32

Ada yang menunggu.

Ada yang berdoa setiap malamnya untukmu.

Ada yang berharap kamu menyegerakannya.

Ada yang menginginkan kamu menyelesaikan ini lebih daripada dirimu sendiri.

Ini semua bukan tentang harapanmu saja.

Ini melibatkan angan-angan mereka.

Karna keinginanmu memakai toga tidak lebih besar daripada keinginan mereka untuk melihat kamu menggunakannya.

Adult

04.57

Ketika membaca judul ini, apa yang langsung terlintas didalam benakmu? 

Dewasa, apa sih sebenarnya pengertian dewasa itu?

Menyadari post-postanku di awal blog ini terbentuk hanya meliputi Jonas Brothers atau Justin Bieber, aku pun gak akan menyangka bahwa akan menulis mengenai topik ini. But seriously, what's coming to my mind recently, apa sih definisi dewasa sebenarnya?

Apakah saat kamu bisa mengatur segala keperluan hidupmu sendiri?

Apakah saat kamu tidak tergantung kepada orangtua atau teman-teman untuk menyelesaikan masalah hidupmu?

Ataukah kamu harus menikah dan memiliki anak dulu baru kamu bisa dikatakan dewasa?

Kalau berdasarkan hukum, apabila seseorang menginjak umur 21 tahun, maka dia dikatakan telah dewasa. Namun benarkah? Apakah semua yang telah berumur 21 tahun adalah dewasa?

Hm...

Gak semua orang yang berumur diatas 21 tahun itu dewasa. Jika dikatakan dia telah memasuki "usia dewasa", yes, maka aku setuju. Tapi untuk mengatakan seseorang itu dewasa apa enggak? Kita gak bisa berpatokan pada umur.

Masih banyak orang yang telah berusia dewasa namun pola pikirnya masih seperti anak-anak. Egois, mau menang sendiri, merasa posisinya adalah yang paling menyakitkan. Masih banyak yang seperti itu.

Its subjective actually.

Tapi ketika kamu berbicara sama seseorang, kamu bisa menangkap orang ini sudah dapat masuk ke dalam kategori dewasa atau tidak. Kenapa? Karna saat berbicara, maka pola pikir kita akan terlihat.

Dewasa dalam arti yang sebenarnya adalah kematangan dalam proses berpikir. Bagaimana kamu memandang sebuah masalah, bagaimana kamu menanggapinya, dan bagaimana kamu mengatasinya.

Seseorang yang dewasa gak mungkin jambak-jambakan saat beradu pendapat, jika kamu jumpai orang yang seperti itu, maka dia hanya dikatakan berusia dewasa, bukan dewasa. 

Orang dewasa yang matang proses berpikirnya, pasti akan melihat sebuah masalah secara holistik. Dari banyak sudut pandang. Bahwa A berlaku seperti ini pasti ada penyebabnya, bukan atau hanya karna dia ingin, melainkan terdapat faktor A atau faktor B yang membuat dia berperilaku seperti itu. 

Informasi tidak akan dia telan mentah-mentah, melainkan diteliti secara menelaah. Layaknya sebuah penelitian, kamu akan menduga-duga dengan membuat hipotesa terlebih dahulu, lalu mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya, selanjutnya barulah kamu bisa menyimpulkan.

Karna itulah orang yang dewasa juga akan belajar mengatur emosinya ketika menghadapi kondisi yang membuat dia seharusnya emosional. Aku gak bilang bahwa orang dewasa harus bisa mengatur emosinya, karna itu merupakan hal yang sulit, dan jika itu menjadi sebuah keharusan, maka gak akan ada orang yang bisa dikatakan dewasa. 

Belajar, lebih tepatnya. 

Orang yang dewasa akan memiliki keinginan untuk belajar mengontrol emosinya saat berada di tahap menerima informasi dan menduga-duga. Ketika telah mengumpulkan informasi, dan sampai ditahap kesimpulan maka dia akan tau bagaimana cara mengatasi masalah tersebut dengan benar. Ketika dia menemukan fakta bahwa dia harus meluapkan emosinya, barulah dia akan meluapkan emosinya. 

Aku pun gak bisa mengatakan bahwa aku udah dewasa. I'm still 19 years old. Umur dan pengalaman ku masih jauh dari kata itu, namun berada diantara orang yang berusia dewasa, membuatku berpikir.