Sedikit Tentang Durian

20.27

BULAN DESEMBERI INI SANGAT MENYENANGKAN KARENA MUSIM DURIAN!!!
Maaf, capslocknya kepencet.

Hampir setiap hari makan durian. Seneng banget.
Makan durian saat menunggu mobil datang di penyebrangan feri.
(Kiah kira semua durian ini aku beli, maunya gitu sih)
Ini buktinya kalau lagi musim durian. Semuanya pada bicara tentang durian.


















Short conversation about durian.

Tapi yang membuat kaget adalah....

Greyson Chance yang gak suka durian (dikerjain waktu di Malaysia). Lihat ekspresinya. Kasian ya.
Gak mau? Ya udah sini untuk aku aja.

Jadi, kalau kalian mau ngasih hadiah, hadiahnya duriannya aja ya. Hahahahahahaha. Serius.



Penggemar Berat Durian



The Weird Family

#2 The Weird Family: Hari Bersih-Bersih

04.26



Tebak apa masalah baru yang Liya ciptakan hari ini?
Liya bermain dengan boneka. Oke.
Memberi bonekanya susu. Oke.
Bukan bohong. Dia memang memberi bonekanya susu. Oke.
Tapi itu terjadi di kamarku!!!!!!!!!

Liya bilang kamarnya sedang dibersihkan oleh ibu sehingga harus bermain di kamarku. Aku bolehkan saja, tapi bukan berarti dia boleh menumpahkan sebotol susu di kamarku!

“Liya! Kau tidak punya mainan lain selain memberi benda mati minuman? Boneka ini tak punya mulut!”
Liya menatapku dengan mata berbinar-binar “Ini… ada…” tunjuknya ke mulut boneka yang terbuat dari benang wol.
“Aduh!!!!! Umurmu ini sudah 5 tahun! Saat aku berumur seperti mu permainanku itu PlayStation, yang lebih canggih dan nyata!”
Leo mendengar teriakanku, dia sedang menonton televisi di ruang keluarga.
“Hahahaha. Saat umurmu 5 tahun belum ada PlayStation di rumah ini, atau bahkan belum ditemukan sama sekali. Sampai sekarang kau saja tidak bisa bermain PlayStation, itu permainan laki-laki bodoh!” sangkalnya.

Aku mencibir. Huh! Dasar Leo! Ia pasti punya maksud di balik perkataannya.
“Apa yang kau inginkan hah?” tanyaku setengah berteriak dari kamar.
“Kau pasti akan mengepel kamarmu bukan? Temanku akan datang, kalau kamarku bersih aku akan mengijinkannya masuk, jadi sekalian pel kamarku” katanya.
“Siapa yang sudi membersihkan kamarmu! Menjijikkan!”
Aku menyuruh Liya agar bermain di ruang keluarga. Setelah itu aku pergi ke dapur untuk mengambil kain pel, tapi aku tidak bertemu dengan kain menjijikan itu.
“Mana kain pel nya?” ruangan dapur membuat suaraku bergema.
“Ibu sedang pakai untuk mengepel kamar Liya!” teriak Ibu.

Dengan spontan aku pergi ke kamar Liya untuk mengambil kain pel. Kamarku mungkin sudah dikerubungi semut. Oke, itu terlalu berlebihan. Semut tak akan bisa memenuhi seluruh sudut kamarku kecuali Liya melemparkan gula-gula. Tapi jika seluruh semut dikumpulkan, populasinya sama seperti manusia yang ada dimuka bumi ini!

Kembali ke kain pel.

“Apakah boleh aku meminjamnya sekarang bu?” tanyaku, yah, sedikit sopan.
“Ya, bisa saja, tapi kembalikan kain pelnya lagi setelah kau memakainya”
Aku mengepel tumpahan minuman susu Liya, untungnya semut-semut itu belum banyak.
“Ini bu, terima kasih” aku sudah selesai mengepel dan beranjak pergi ke kamar lagi untuk menikmati hari minggu yang tentram ini.

“Stop!” ibu menghentikan langkahku.
“Apalagi bu?” tanyaku dengan malas.
“Dasar, kau memang anak ibu yang paling pelupa. Sekarang hari minggu kedua di bulan ini. Waktunya bersih-bersih rumah!” ibu menyodorkan tangkai sapu padaku. “Kamar Lewis dan Liya sudah Ibu bersihkan, tinggal kamar Leo”

Aku menganga tak percaya “Apa bu?” Kamar Leo adalah kamar yang paling kotor yang pernah kulihat sepanjang masa di seluruh dunia. “Aku lebih baik membersihkan dapur, ruang keluarga, ruang tamu dan menyapu teras dalam satu hari daripada membersihkan kamar Leo!”

Ibu menggeleng “Semuanya sudah Ibu bersihkan. Sudah untung Ibu beri satu kamar saja untuk dibersihkan”
“Tapi itu pekerjaan yang sangat berat bu! Butuh waktu 3 jam untuk membersihkan kamarnya” keluhku.
Ibu memang tak bisa diajak kompromi “Cepat, atau Ibu suruh membersihkan kamarnya lagi bulan depan?”
Aku menggeleng “Emhhh, aku rasa 1 kali setahun cukup bu, terima kasih”

Persiapan ke kamar Leo:
-         Penjepit kain jemuran untuk menutup hidung
-         Sarung tangan plastik

Aku tak habis pikir, kenapa hanya aku dan Ibu yang bersih-bersih setiap bulan, dan bahkan harus membersihkan kamar-kamar. Ini sangat mengganggu akhir pekanku.
Saat kubuka pintu kamar Leo, tercium bau semerbak sampah yang menyebar ke seluruh sudut kamar itu. Tempat sampah nya tanpa penutup.
Ku eratkan lagi penjepit jemuran di hidungku. Leo sedang mendengarkan lagu setelah membaca di ruang keluarga, “Disuruh membersihkan kamarku ya? Hahaha, makanya jangan berani mengejek kakakmu sendiri hahahaha” katanya disertai tawa menyebalkan itu, evil laugh.

“Kalau iya kenapa, kau enggak kenapa? Huuuhhh!” aku sangat sebal dengannya dan kamarnya.
Kamar Leo dipenuhi pemandang tisu yang penuh dengan ingusnya, rambut-rambut rontok, pakaian kotor yang menggulung, barang-barang yang berantakan, dan seprai tempat tidur yang sangat kotor.

Dulu Ibu sering marah karena Leo sering menolak kamarnya untuk dibersihkan, katanya “Meskipun kamar ini kotor menurut Ibu, tapi aku tau dimana barang-barangku” itu alasan bodoh untuk orang yang kamarnya sudah dihinggapi kecoa.
Untungnya sekarang Leo punya rasa malu kepada teman-temannya.
Tapi aku yang jadi susah.
Dengan malas, aku mengambil peralatan bersih-bersih.
Langkah pertama, aku harus menyuruh Leo keluar dari kamar agar tidak menambah penyiksaan ini lagi.
Kedua, merapikan barang-barang yang berantakan sekaligus membersihkan debu dengan kemoceng.
Ketiga, menyapu.
Keempat, mengepel. Selesai.

Sederhana bukan? Tapi bagaimana jika kau mengerjakan segala hal itu ditengah bau sampah busuk? Aku merasa mual.
Akhirnya selesai juga membuat kamar Leo menjadi bersih. Aku keluar dari kamarnya dan bernafas lega, Ibu bersama Leo sedang membaca Koran di ruang keluarga.
“Sudah selesai?” tanya Ibu.

Aku menghembuskan nafas, “Hosh..hosh..Ya bu, 1 jam yang penuh penderitaan.”
“Terima kasih Lisa, adikku yang paling baik, manis, cantik, imut, tidak sombong, dan rajin menabung” kata Leo dan pergi masuk ke kamarnya. Aku mengerutkan dahi. Itu bukan pujian.

Setelah Leo menutup pintu kamarnya “WAAAAAAAAAAAAAAA!!!!!”
Teriakan itu terdengar hingga pelosok dunia, melengking seperti orang gagal audisi nyanyi. Seorang Ibu pasti kaget mendengar anaknya berteriak senyaring ini, Ibu masuk ke dalam kamar Leo.
“Oh, ternyata tikus yang membuat kamu berteriak sekencang ini? Ini boneka Liya” terang Ibu. Leo kelihatannya masih trauma, dia takut tikus, bahkan dia tidak mau menonton Mickey Mouse.
Hihihihihi. Aku tertawa dalam hati. Aku tak pernah menurut begitu saja untuk membersihkan kamar Leo, dia pun harus mendapat balasan seekor “tikus” agar aku tak perlu membersihkan kamarnya lagi. 

Buku: The Diary of Amos Lee

04.22




Buku ini kucari dengan penuh perjuangan.

Pertama kali tau buku ini dari Majalah Girls. Cover, judul, dan sinopsisnya membuatkku jadi tertarik.
Dan sejak hari itu setiap kali ke Gramedia Samarinda, aku mencari buku ini tapi hasilnya nihil.
Karena itu aku berpikir untuk memesannya di internet. Lewat gramediaonline.com atau toko buku online lainnya. Namun, berhubungan rumitnya pemesanan dan harus merelakan uang pengiriman yang bahkan lebih mahal dari harga buku aku menolaknya.
Seperti yang aku ceritakan pada posting kemarin, aku pergi ke Gramedia Jakarta. 
Ya, disitulah saya mencari buku ini.

Pertama, aku menanyakan tempat buku ini berada pada penjaga buku, katanya letak buku The Diary of Amos Lee ada di lantai atas. 
Naiklah aku ke lantai atas. Disana aku mendapatkan rak buku bidang pendidikan. Tapi tetap saja aku tidak menemukan buku yang aku mau. Aku bertanya kembali. 
Daripada bingung lebih baik bertanya bukan. Ada pepatah bilang, "Malu bertanya, sesat di jalan" :)
Penjaga buku itu mengatakan buku ini ada di rak ... yang aku lupa namanya.
Aku mencari nomor rak itu. Tapi hasilnya nihil dan aku bertanya kembali. Penjaga buku itu menyarikan nomor rak, namun sama sepertiku, dia tak mendapatkannya. Sampai akhirnya dia melihat rak buku dengan lama, lalu dia bilang "Sebentar dulu ya,  saya cari lagi" dan pergi.
Aku melihat rak itu dan tiba-tiba tanganku mengambil satu buku dan! Ketemu!
Ternyata buku Amos Lee ini ada di belakang satu buku. Alhamdulillah... 



Berhubung aku melihat buku Amos Lee yang kedua, langsung saja kuambil buku itu karena aku tak akan menemukannya di Gramedia Samarinda.
Sampai sekarang, aku telah selesai membaca Amos Lee yang ke-1 dan sedang membaca Amos Lee yang ke-2.
Adikku, Affan juga menyukai buku ini. Dia senang sekali dan menanyakan kapan buku yang ke-3 keluar. 
Dan aku bilang "Tunggu sampai si Amos Lee selesai BAB" Hahahaha.

Musim Semut

06.53

Seperti halnya musim ulat bulu, ada juga musim semut.
Beberapa bulan ini, banyak semut di rumahku.
Misalnya saja aku menaruh piring bekas agar-agar beberapa menit kemudian piring itu sudah dipenuhi dengan semut. 
Kata orangtuaku karena ini musim hujan, semut kehilangan rumahnya dan naik ke darat. Aku yakin itu karena semut datang semakin banyak dihari hujan. Walaupun sudah aku kasih kapur anti-semut. Hmmm
Menjijikan rasanya melihat semut berjejer seperti itu. Ingat! Aku tidak akan pernah menunjukkan gambar semut yang ada di rumahku. Tapi mungkin kalian bisa melihat titik hitam di kanan post ini, semut-semut yang berjejer di komputer. 
(Oh tidak! Ada semut di blog ku!)

Semut di rumahku tidak selalu semut yang kecil itu. Tapi semut yang super besar, yang ukurannya seperti laba-laba. Pasti sakit/gatal sekali kalau digigit. Semut besar itu ada yang warna merah dan hitam. Aku belum menyari spesies semut apa itu di internet :) Tapi aku akan!

Awal Desember

04.26

Perlu dipertanyakan kenapa kemarin teman-teman ribut. Mereka sedang berbicara tentang #DesemberWish. Salah satu temanku (Kiah) adanya yang berdoa, "Mudahan Amel cepat sembuh, gak pernah sakit lagi". Amiiinnnn...
Karena ini awal desember, kupastikan selama 1 bulan menulis blog perhari. Yang artinya jumlah postingan adalah 30  untuk bulan Desember. Kalau lebih juga Amin.

Minggu lalu aku ke Gramedia Jakarta. Walaupun menyari bukunya tergesa-gesa karena datangnya waktu mau tutup, alhamdulillah aku puas.
Dapat buku full-english, Diary of a Wimpy Kid (gak ada difoto), Brain Games, dan Middle School yang aku beli di Bandara Sepinggan. Kalau di Gramedia Samarinda, buku full-english cuma Edensor karya Andrea Hirata satu-satunya!
Karena Jembatan Tenggarong runtuh, tranport untuk ke Samarinda jadi sulit. Butuh waktu 2 jam perjalan Tenggarong-Samarinda. Tapi aku punya cara baru.

Untuk yang penggila buku, kalian bisa ikuti langkah-langkah ini.
- Beli buku yang banyak di Gramedia 
- Susun buku yang belum dibaca seperti foto dibawah ini 
- Jika ingin membaca, ambil satu buku dan jangan sentuh buku yang lain kalau belum selesai baca 
- Letakkan buku yang sudah dibaca di tempat yang berbeda

Dijamin bertahan gak ke gramedia selama dua minggu. Hahahaha.

Buku-buku yang belum kubaca