#2 The Weird Family: Hari Bersih-Bersih
04.26
Tebak apa masalah baru yang Liya ciptakan hari ini?
Liya bermain dengan boneka. Oke.
Memberi bonekanya susu. Oke.
Bukan bohong. Dia memang memberi bonekanya susu.
Oke.
Tapi itu terjadi di kamarku!!!!!!!!!
Liya bilang kamarnya sedang dibersihkan oleh ibu
sehingga harus bermain di kamarku. Aku bolehkan saja, tapi bukan berarti dia
boleh menumpahkan sebotol susu di kamarku!
“Liya! Kau tidak punya mainan lain selain memberi
benda mati minuman? Boneka ini tak punya mulut!”
Liya menatapku dengan mata berbinar-binar “Ini…
ada…” tunjuknya ke mulut boneka yang terbuat dari benang wol.
“Aduh!!!!! Umurmu ini sudah 5 tahun! Saat aku
berumur seperti mu permainanku itu PlayStation, yang lebih canggih dan nyata!”
Leo mendengar teriakanku, dia sedang menonton
televisi di ruang keluarga.
“Hahahaha. Saat umurmu 5 tahun belum ada PlayStation
di rumah ini, atau bahkan belum ditemukan sama sekali. Sampai sekarang kau saja
tidak bisa bermain PlayStation, itu permainan laki-laki bodoh!” sangkalnya.
Aku mencibir. Huh! Dasar Leo! Ia pasti punya maksud
di balik perkataannya.
“Apa yang kau inginkan hah?” tanyaku setengah
berteriak dari kamar.
“Kau pasti akan mengepel kamarmu bukan? Temanku akan
datang, kalau kamarku bersih aku akan mengijinkannya masuk, jadi sekalian pel
kamarku” katanya.
“Siapa yang sudi membersihkan kamarmu! Menjijikkan!”
Aku menyuruh Liya agar bermain di ruang keluarga.
Setelah itu aku pergi ke dapur untuk mengambil kain pel, tapi aku tidak bertemu
dengan kain menjijikan itu.
“Mana kain pel nya?” ruangan dapur membuat suaraku
bergema.
“Ibu sedang pakai untuk mengepel kamar Liya!” teriak
Ibu.
Dengan spontan aku pergi ke kamar Liya untuk
mengambil kain pel. Kamarku mungkin sudah dikerubungi semut. Oke, itu terlalu
berlebihan. Semut tak akan bisa memenuhi seluruh sudut kamarku kecuali Liya
melemparkan gula-gula. Tapi jika seluruh semut dikumpulkan, populasinya sama
seperti manusia yang ada dimuka bumi ini!
Kembali ke kain pel.
“Apakah boleh aku meminjamnya sekarang bu?” tanyaku,
yah, sedikit sopan.
“Ya, bisa saja, tapi kembalikan kain pelnya lagi
setelah kau memakainya”
Aku mengepel tumpahan minuman susu Liya, untungnya
semut-semut itu belum banyak.
“Ini bu, terima kasih” aku sudah selesai mengepel
dan beranjak pergi ke kamar lagi untuk menikmati hari minggu yang tentram ini.
“Stop!” ibu menghentikan langkahku.
“Apalagi bu?” tanyaku dengan malas.
“Dasar, kau memang anak ibu yang paling pelupa.
Sekarang hari minggu kedua di bulan ini. Waktunya bersih-bersih rumah!” ibu
menyodorkan tangkai sapu padaku. “Kamar Lewis dan Liya sudah Ibu bersihkan,
tinggal kamar Leo”
Aku menganga tak percaya “Apa bu?” Kamar Leo adalah
kamar yang paling kotor yang pernah kulihat sepanjang masa di seluruh dunia.
“Aku lebih baik membersihkan dapur, ruang keluarga, ruang tamu dan menyapu
teras dalam satu hari daripada membersihkan kamar Leo!”
Ibu menggeleng “Semuanya sudah Ibu bersihkan. Sudah
untung Ibu beri satu kamar saja untuk dibersihkan”
“Tapi itu pekerjaan yang sangat berat bu! Butuh
waktu 3 jam untuk membersihkan kamarnya” keluhku.
Ibu memang tak bisa diajak kompromi “Cepat, atau Ibu suruh
membersihkan kamarnya lagi bulan depan?”
Aku menggeleng “Emhhh, aku rasa 1 kali setahun cukup
bu, terima kasih”
Persiapan ke kamar Leo:
-
Penjepit kain jemuran untuk menutup
hidung
-
Sarung tangan plastik
Aku tak habis pikir, kenapa hanya aku dan Ibu yang
bersih-bersih setiap bulan, dan bahkan harus membersihkan kamar-kamar. Ini
sangat mengganggu akhir pekanku.
Saat kubuka pintu kamar Leo, tercium bau semerbak
sampah yang menyebar ke seluruh sudut kamar itu. Tempat sampah nya tanpa
penutup.
Ku eratkan lagi penjepit jemuran di hidungku. Leo
sedang mendengarkan lagu setelah membaca di ruang keluarga, “Disuruh
membersihkan kamarku ya? Hahaha, makanya jangan berani mengejek kakakmu sendiri
hahahaha” katanya disertai tawa menyebalkan itu, evil laugh.
“Kalau iya kenapa, kau enggak kenapa? Huuuhhh!” aku
sangat sebal dengannya dan kamarnya.
Kamar Leo dipenuhi pemandang tisu yang penuh dengan
ingusnya, rambut-rambut rontok, pakaian kotor yang menggulung, barang-barang
yang berantakan, dan seprai tempat tidur yang sangat kotor.
Dulu Ibu sering marah karena Leo sering menolak
kamarnya untuk dibersihkan, katanya “Meskipun kamar ini kotor menurut Ibu, tapi
aku tau dimana barang-barangku” itu alasan bodoh untuk orang yang kamarnya
sudah dihinggapi kecoa.
Untungnya sekarang Leo punya rasa malu kepada
teman-temannya.
Tapi aku yang jadi susah.
Dengan malas, aku mengambil peralatan bersih-bersih.
Langkah pertama, aku harus menyuruh Leo keluar dari
kamar agar tidak menambah penyiksaan ini lagi.
Kedua, merapikan barang-barang yang berantakan
sekaligus membersihkan debu dengan kemoceng.
Ketiga, menyapu.
Keempat, mengepel. Selesai.
Sederhana bukan? Tapi bagaimana jika kau mengerjakan
segala hal itu ditengah bau sampah busuk? Aku merasa mual.
Akhirnya selesai juga membuat kamar Leo menjadi
bersih. Aku keluar dari kamarnya dan bernafas lega, Ibu bersama Leo sedang
membaca Koran di ruang keluarga.
“Sudah selesai?” tanya Ibu.
Aku menghembuskan nafas, “Hosh..hosh..Ya bu, 1 jam
yang penuh penderitaan.”
“Terima kasih Lisa, adikku yang paling baik, manis,
cantik, imut, tidak sombong, dan rajin menabung” kata Leo dan pergi masuk ke
kamarnya. Aku mengerutkan dahi. Itu bukan pujian.
Setelah Leo menutup pintu kamarnya
“WAAAAAAAAAAAAAAA!!!!!”
Teriakan itu terdengar hingga pelosok dunia, melengking
seperti orang gagal audisi nyanyi. Seorang Ibu pasti kaget mendengar anaknya
berteriak senyaring ini, Ibu masuk ke dalam kamar Leo.
“Oh, ternyata tikus yang membuat kamu berteriak
sekencang ini? Ini boneka Liya” terang Ibu. Leo kelihatannya masih trauma, dia
takut tikus, bahkan dia tidak mau menonton Mickey Mouse.
Hihihihihi. Aku tertawa dalam hati. Aku tak pernah
menurut begitu saja untuk membersihkan kamar Leo, dia pun harus mendapat
balasan seekor “tikus” agar aku tak perlu membersihkan kamarnya lagi.
0 feedbacks ★