Kendaraan Yang Istimewa

02.23

Sepeda adalah kendaraan tetapku selama ini. Bertahun-tahun mengendarai sepeda keliling rumah cukup membuatku senang. Namun, kesenangan itu berubah ketika aku menginjak SMP.

Teman-teman yang berkerja kelompok di rumahku tak pernah lepas dengan kendaraan motor. Mereka kini menganggap sepeda adalah kendaraan yang sangat lambat.
Kadang aku hanya bisa melongo ketika melihat motor-motor berjejer di depan rumahku. Dan ketika itu seorang teman bertanya padaku.
"Kenapa mel?" tanyanya.
"Kamu bisa naik motor?" tanyaku kembali kepada teman perempuanku yang tingginya tak lebih dari 155 cm.
"Bisa lah, kamu gak bisa?" aku mengangguk dan membalikan kepala. Masih tak percaya akan hal ini. Aku yang termasuk deretan tertinggi di kelas tak bisa mengendarai motor!
Namun
...
Biarpun sudah lebih dari 5 kali aku meminta pada orangtua untuk diajarkan bermotor, mereka tak pernah menyutujuinya. Alasannya adalah mereka tak ingin anak perempuan satu-satunya menjadi korban bermotor. Aku merasa beruntung mempunyai orangtua yang sangat perhatian kepada anaknya hingga akhirnya niatku untuk belajar bermotor itu luntur.
5 tahun yang lalu, saat aku masih SD, aku di antar-jemput dengan motor oleh keluargaku yang juga perempuan. Jika diingat zaman itu, aku dapat menghirup udara segar dipagi hari. Sangat berbeda dengan sekarang, yang kuhirup adalah udara palsu di dalam mobil, AC.
Aku lebih beruntung daripada Affan, ia tak pernah digonceng dengan motor untuk pergi sekolah. Oleh karena itu, ketika ada keluarga yang datang ke rumahku dengan motor, Affan akan meminta untuk digonceng keliling halaman rumah. "Mel! Liat Affan naik motor weeekk" teriaknya. Lalu aku akan ikut menaiki motor itu juga dan berteriak kesenangan.
Ya, aku dan Affan, kakak-beradik yang menganggap menaiki motor itu adalah hal yang spesial.

Jika tak boleh bermotor, kendaraan apa yang akan kupelajari?
"Mobil. Belajar mobil dengan kakak Akbar atau kak Dede. Resiko bermobil lebih kecil daripada bermotor" kata Abah yang masih menempel di otakku sekarang ini.
Aku rasa itu memang yang paling tepat. Kakikku yang tinggi ini cukup untuk menginjak rem mobil. Jika bisa bermobil, aku dapat mengantarkan Mama ke Samarinda tanpa menganggu jadwal kuliah kak Akbar dan kak Dede.
Masalahnya kini, siapa yang mau mengajarkan aku bermobil sedangkan kakakku sibuk dengan kuliah dan skripsinya?

Aku ingin menjadi orang yang lebih berguna

You Might Also Like

0 feedbacks ★